Pahlawanku

gambar beach, family, and summer

Tidak ada cinta yangg lebih indah dan murni dari cinta orang tua ke anaknya.
Cinta yang tulus bahkan sebelum mereka bertemu langsung dengan anaknya.
Cinta yang bahkan rela mengorbankan kepentingan dirinya sendiri untuk anaknya, setiap saat. 

Siang ini aku memiliki agenda untuk pertemuan bisnis keluar kota, dan aku harus menitipkan ayahku kepada bibiku. Aku memang memiliki pekerjaan yang kadang memaksaku untuk mau tidak mau meninggalkan ayahku sendiri, dan setiap memikirkan hal itu aku selalu merasa bersalah kepadanya. Namun aku beruntung memiliki bibi yang selalu siap untuk dimintai tolong merawat ayahku yang sedang sakit, dulu sebelum ayahku sakit bibiku hanya membantu membereskan rumah dan memasak namun semenjak ayahku sakit bibiku selalu berada dirumah dari pagi sampai malam untuk menjaga ayahku sampai aku pulang dari kantor. Karenanya hanya kepada bibiku aku berani menitipkan ayah tersayangku.

Banyak teman-temanku yang menyuruhku untuk membawa ayahku ke panti jompo, karena mereka merasa kasihan kepada diriku yang selalu mengkhawatirkan ayahku.

"Memang kamu tidak merasa lelah apa mengurus ayah kamu? Kamu kan sudah cukup berumur sekarang, harusnya kamu sudah mulai memikirin untuk memulai berkeluarga sendiri. Ayah kamu juga pasti ingin kamu memulai keluarga sendiri" Ucap salah satu teman kerjaku.

Aku memang sudah memikirkan itu, memikirkan untuk memulai berkeluarga apalagi teman-teman dekatku sudah memulai berkeluarga. Hanya tinggal diriku sendiri yang belum memulainya.

Tapi apakah aku tega melakukannya?
Melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan ayahku kepadaku.
Melakukan hal yang tidak pantas dilakukan seorang anak kepada pahlawan tanpa jasanya?
Membiarkan ayahku merasa tidak diinginkan.
Tidak diinginkan oleh putri tersayangnya sendiri.

Ayahku, pahlawanku.

Ibuku meninggal saat umurku 5 tahun, dan semenjak itu aku hanya tinggal berdua dengan ayahku. Ayahku yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untukku. Dari mulai memasak makanan, menguncir rambutku, menyetrika seragam sekolahku, semua dilakukan ayahku dengan baik. Mengurus pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan almarhum ibuku, ayahku melakukannya sendiri walaupun terkadang dibantu nenekku sesekali saat berkunjung ke rumahku. Tapi Ia tak pernah lelah melakukannya, Ia selalu menunjukannya senyum bahagianya kepadaku.

Ayahku yang selalu terlihat bangga kepadaku, kepada malaikat kecil kebanggannya.

Ayahku yang akan ada dibarisan paling depan saat pentas menariku.

Ayahku yang selalu membantuku mengerjakan tugas sekolahku dulu.

Ayahku yang selalu ada saat rapat sekolah diantara para ibu-ibu.

Ayahku yang akan selalu ada saat aku membutuhkannya, saat aku lelah dengan kehidupan dunia.

Apakah aku tega meninggalkannya?

Kini aku duduk dibangku sebelah kasur ayahku, memandang wajahnya yang semakin menua.
Kulihat kulit wajahnya yang sudah mengkeriput.
Terlihat jelas perjuangan hidupnya untukku selama ini.
Aku mengelus rambutnya sambil tersenyum.

"Aku sayang padamu ayah, aku bangga menjadi anakmu. Aku bangga menjadi putri kecilmu selama ini. Aku berjanji ayah akan selalu menjagamu, sama seperti saat kau menjagaku dulu saat kecil. Aku akan selalu menyayangimu" Bisikku dikupingnya.

Dia terbangun dan tersenyum kepadaku.

"Aku tau, aku lebih menyayangimu, aku menyayangimu melebihi apapun" Ucapnya pelan-pelan karena tidak bisa berbicara cepat seperti dulu.

Ia sakit pelebaran paru-paru yg membuatnya mudah lelah melakukan apapun termasuk berbicara.

Dia pahlawanku, panutanku, segalanya ku lakukan untuk ayahku. Untuk membuatnya bangga padaku. Walaupun aku melakukan apapun untuknya tak akan mampu untuk menbayar segala hal yg dia berikan padaku.



Dan mana mungkin aku tega melakukannya, kepada cinta pertamaku, pahlawanku, ayahku.
#sabtulis

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top