Cinta yang tulus bahkan
sebelum mereka bertemu langsung dengan anaknya.
Cinta yang bahkan rela
mengorbankan kepentingan dirinya sendiri untuk anaknya, setiap saat.
Siang ini aku memiliki
agenda untuk pertemuan bisnis keluar kota, dan aku harus menitipkan ayahku
kepada bibiku. Aku memang memiliki pekerjaan yang kadang memaksaku untuk mau
tidak mau meninggalkan ayahku sendiri, dan setiap memikirkan hal itu aku selalu
merasa bersalah kepadanya. Namun aku beruntung memiliki bibi yang selalu siap
untuk dimintai tolong merawat ayahku yang sedang sakit, dulu sebelum ayahku
sakit bibiku hanya membantu membereskan rumah dan memasak namun semenjak ayahku
sakit bibiku selalu berada dirumah dari pagi sampai malam untuk menjaga ayahku
sampai aku pulang dari kantor. Karenanya hanya kepada bibiku aku berani
menitipkan ayah tersayangku.
Banyak teman-temanku yang
menyuruhku untuk membawa ayahku ke panti jompo, karena mereka merasa kasihan
kepada diriku yang selalu mengkhawatirkan ayahku.
"Memang kamu tidak
merasa lelah apa mengurus ayah kamu? Kamu kan sudah cukup berumur sekarang,
harusnya kamu sudah mulai memikirin untuk memulai berkeluarga sendiri. Ayah
kamu juga pasti ingin kamu memulai keluarga sendiri" Ucap salah satu teman
kerjaku.
Aku memang sudah
memikirkan itu, memikirkan untuk memulai berkeluarga apalagi teman-teman
dekatku sudah memulai berkeluarga. Hanya tinggal diriku sendiri yang belum
memulainya.
Tapi apakah aku tega melakukannya?
Melakukan hal yang tidak
mungkin dilakukan ayahku kepadaku.
Melakukan hal yang tidak
pantas dilakukan seorang anak kepada pahlawan tanpa jasanya?
Membiarkan ayahku merasa
tidak diinginkan.
Tidak diinginkan oleh
putri tersayangnya sendiri.
Ayahku, pahlawanku.
Ibuku meninggal saat
umurku 5 tahun, dan semenjak itu aku hanya tinggal berdua dengan ayahku. Ayahku
yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untukku. Dari mulai memasak
makanan, menguncir rambutku, menyetrika seragam sekolahku, semua dilakukan
ayahku dengan baik. Mengurus pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan almarhum
ibuku, ayahku melakukannya sendiri walaupun terkadang dibantu nenekku sesekali
saat berkunjung ke rumahku. Tapi Ia tak pernah lelah melakukannya, Ia selalu
menunjukannya senyum bahagianya kepadaku.
Ayahku yang selalu
terlihat bangga kepadaku, kepada malaikat kecil kebanggannya.
Ayahku yang akan ada
dibarisan paling depan saat pentas menariku.
Ayahku yang selalu
membantuku mengerjakan tugas sekolahku dulu.
Ayahku yang selalu ada
saat rapat sekolah diantara para ibu-ibu.
Ayahku yang akan selalu
ada saat aku membutuhkannya, saat aku lelah dengan kehidupan dunia.
Apakah aku tega
meninggalkannya?
Kini aku duduk dibangku
sebelah kasur ayahku, memandang wajahnya yang semakin menua.
Kulihat kulit wajahnya
yang sudah mengkeriput.
Terlihat jelas
perjuangan hidupnya untukku selama ini.
Aku mengelus rambutnya
sambil tersenyum.
"Aku sayang padamu
ayah, aku bangga menjadi anakmu. Aku bangga menjadi putri kecilmu selama ini.
Aku berjanji ayah akan selalu menjagamu, sama seperti saat kau menjagaku dulu
saat kecil. Aku akan selalu menyayangimu" Bisikku dikupingnya.
Dia terbangun dan
tersenyum kepadaku.
"Aku tau, aku lebih
menyayangimu, aku menyayangimu melebihi apapun" Ucapnya pelan-pelan karena
tidak bisa berbicara cepat seperti dulu.
Ia sakit pelebaran
paru-paru yg membuatnya mudah lelah melakukan apapun termasuk berbicara.
Dia pahlawanku,
panutanku, segalanya ku lakukan untuk ayahku. Untuk membuatnya bangga padaku. Walaupun
aku melakukan apapun untuknya tak akan mampu untuk menbayar segala hal yg dia
berikan padaku.
Dan mana mungkin aku
tega melakukannya, kepada cinta pertamaku, pahlawanku, ayahku.
#sabtulis
0 komentar:
Posting Komentar